Sabtu, 04 Februari 2012

Gunung Toba?


Danau Toba adalah permata Sumatera, anugerah sang Pencipta yang luar biasa. Pesona keindahan danau Toba telah dikenal luas hingga ke mancanegara. Hal ini menjadikan danau Toba sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia. Selain pemandangan danau dan pegunungan yang elok, di sekitar daerah danau Toba juga dapat ditemukan rumah tradisional batak, kain tenun, tari-tarian dan berbagai macam peninggalan budaya lainnya yang sangat unik dan telah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu. Namun di balik keindahannya, danau Toba memendam sepenggal kisah tentang hilangnya suatu masa dan runtuhnya sebuah peradaban. Sebuah peristiwa “mega collosal” yang bahkan mampu mengguncang dunia.Terletak di ketinggian 906 m dpl, sebagian besar lanskap danau Toba didominasi oleh dataran tinggi dan pegunungan. Danau Toba terbentuk dari serangkaian proses tektonik dan vulkanik selama jutaan tahun. Danau yang terletak di Sumatera Utara ini memiliki luas 1.130 km, membentang dari arah utara ke selatan dengan panjang maksimum 100 km dan lebar maksimum 30 km. Kedalaman maksimum tercatat sekitar 505 m dengan volume air diperkirakan mencapai 240 km kubik. Menurut Wikipedia, danau Toba adalah danau terbesar di Asia Tenggara, danau ke-14 terdalam di dunia dan bahkan, memegang rekor sebagai danau tektonik-vulkanik terbesar di dunia Posisi danau Toba tidak jauh dari daerah sesar besar Sumatera (Great Sumatran Fault) yang membentang sepanjang pulau Sumatera sejajar dengan busur sunda (Sunda Arc) yang membentuk rangkaian pegunungan di Sumatera dan Jawa. Busur Sunda terbentuk dari gesekan antara lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah timur laut dan menyusup ke bawah lempeng Eurasia yang bergerak ke arah timur. Daerah di sekitar danau Toba tergolong daerah ber-seismik tinggi yang rawan gempa akibat gesekan antara kedua lempeng tersebut.Pergerakan lempeng tektonik yang dinamis disertai proses geologi yang cukup rumit menyebabkan sebagian daerah di Sumatera Utara mengalami pengangkatan. Hal inilah yang diduga memicu terbentuknya gunung berapi dan kawah yang menjadi cikal bakal danau Toba. Gempa 9.3 skala Richter yang menimbulkan Tsunami besar di Aceh tahun 2004, gempa 8.7 skala Richter di Nias tahun 2005 dan gempa 8.5 skala Richter di Padang tahun 2007 yang getarannya terasa hingga DKI Jakarta, menjadi bukti betapa aktifnya zona subduksi di bagian utara Pulau Sumatera.Ahli Geologi berkebangsaan Belanda, Reinout Willem van Bemmelen (1904-1983) adalah orang pertama yang melaporkan adanya lapisan ignimbrite di sekitar danau Toba dan menyatakan danau Toba adalah sebuah kaldera sangat besar dari gunung berapi yang telah meletus. Ignimbrite adalah lapisan batuan vulkanik yang terbentuk dari debu vulkanis dan material lain yang dikeluarkan oleh gunung berapi saat meletus dan umumnya mengandung senyawa feldspar-kuarsa. Van Bemmelen menguraikan hasil observasi yang telah dilakukan dalam bukunya yang terkenal ,Geology of Indonesia pada tahun 1949. Hasil penelitian pada tahun-tahun berikutnya semakin memperjelas “kecurigaan” para ahli Geologi tentang adanya suatu gunung berapi yang besar, tepat di posisi danau Toba saat ini berada. Dari pengambilan sampel sedimen yang dilakukan di dasar perairan Teluk Benggala, Ninkovich et al. (1979), menemukan rhyolite, endapan material sangat halus yang komposisinya menyerupai granit dan berasal dari letusan gunung berapi. Van Bemmelen (1949) dan Stauffer et al. (1980), juga menemukan endapan serupa di berbagai lokasi di Malaysia. Sedangkan Williams dan Royce (1982), melaporkan adanya endapan rhyolite di India yang seumur dengan penemuan van Bemmelen dan Ninkovich.Dari luas daerah sebaran, ketebalan endapan, dan analisis terhadap senyawa rhyolite yang ditemukan di berbagai lokasi, para ahli Geologi berusaha merekonstruksi dan memperkirakan seberapa besar kekuatan letusan gunung berapi di Sumatera Utara yag terjadi sekitar 73.000-74.000 tahun yang lalu. Hasilnya sangat mengejutkan, karena menunjukkan bahwa gunung berapi yang pernah ada di danau Toba bukanlah gunung berapi biasa seperti yang diperkirakan sebelumnya, melainkan sebuah gunung berapi raksasa.Ditinjau dari luas dan dalamnya kaldera yang membentuk danau Toba saat ini, para ahli memperkirakan adanya dapur magma (magma chamber) berskala sangat besar yang terdapat di bawah gunung Toba. Kuatnya lapisan bebatuan yang menjadi atap dan dinding dapur magma tidak memungkinkan munculnya celah yang dapat dilewati magma untuk keluar ke permukaan, sehingga tekanan dalam dapur magma semakin membesar. Adanya aktifitas tektonik menambah tekanan magma dan mendorong magma lebih dekat ke permukaan bumi. Pada suatu waktu, tekanan dan volume dalam dapur magma terus bertambah hingga sedemikian besar, sehingga dinding dapur magma tidak dapat bertahan lebih lama lagi. Akibat besarnya energi tekanan yang terakumulasi, atap dapur magma pecah dan runtuh secara tiba-tiba memuntahkan lava dan berbagai material vulkanis ke permukaan bumi. Gunung Toba pun meledak dengan kekuatan sangat dahsyat. Bahkan para ahli memperkirakan, kekuatan letusan gunung Toba 300 kali lebih besar dari letusan Gunung Tambora pada tahun 1815 yang mencatat rekor sebagai letusan terbesar sepanjang sejarah.

Misteri Letusan Gunung Toba, satu-satunya Supervolcano di Indonesia

Misteri Letusan Gunung Toba, satu-satunya Supervolcano di Indonesia

Gunung Toba adalah gunung api raksasa (super volcano) yaitu gunung aktif dalam kategori sangat besar, diperkirakan meletus terakhir sekitar 74.000 tahun lalu.

Letusan Gunung Tambora jika dibandingkan dengan letusan maha dahsyat Gunung Toba ini, maka Gunung Tambora tidaklah ada apa-apanya. Apalagi jika dibandingkan dengan letusan Gunung Kratakau yang kalah jauh dengan Gunung Tambora.

Perbandingan letusan gunung Tambora dengan gunung Toba supervolcano

Jadi, misalkan letusan gunung St. Helen di Washington USA yang meletus tahun 1980 mempunyai angka letusan pada skala 1, maka gunung Krakatau yang meletus tahun 1883 berskala 18, atau 18 kali lebih besar (1:18).

Letusan gunung St. Helen , 8 Mei 1980

Sedangkan jika dibandingkan dengan skala gunung Tambora, letusan gunung St. Helen sangat jauh karena gunung Tambora yang meletus tahun 1815 berskala 80, atau 80 kali lebih besar dari letusan gunung St. Helen (1:80).

Apalagi jika letusan gunung St. Helen dibandingkan dengan letusan gunung Toba yang terakhir, sekitar 74-75 ribu tahun lalu tersebut sangatlah drastis besaran skalanya yaitu 2800, atau 2800 kali lebih besar dari letusan gunung St. Helen! Alias satu banding 2800 (1:2800)

Letusan Gunung Tambora adalah letusan gunung terdahsyat yang pernah diketahui oleh peradaban manusia (baca artikel: Misteri dan Kronologi Meletusnya Tambora, Tiga Kerajaan Lenyap Seketika).

Dan letusan Gunung Krakatau adalah letusan gunung terdahsyat yang pernah tercatat di era zaman modern.

Sedangkan letusan Gunung Toba sama sekali tak tercatat di dalam buku, namun terlihat bukti-bukti ilmiahnya dimasa kini.
Bukti ilmiah

Pada tahun 1939, geolog Belanda Van Bemmelen melaporkan, Danau Toba, yang panjangnya 100 kilometer dan lebarnya 30 kilometer, dikelilingi oleh batu apung peninggalan dari letusan gunung.

Karena itu, Van Bemmelen menyimpulkan, Toba adalah sebuah gunung berapi. Belakangan, beberapa peneliti lain menemukan debu riolit (rhyolite) yang seusia dengan batuan Toba di Malaysia, bahkan juga sejauh 3.000 kilometer ke utara hingga India Tengah.

Letusan supervolcano Yellowstone yang terkenal dahsyat masih kalah dengan letusan supervolcano Toba

Beberapa ahli kelautan pun melaporkan telah menemukan jejak-jejak batuan Toba di Samudra Hindia dan Teluk Benggala.

Para peneliti awal, Van Bemmelen juga Aldiss dan Ghazali (1984) telah menduga Toba tercipta lewat sebuah letusan mahadahsyat.

Namun peneliti lain, Vestappen (1961), Yokoyama dan Hehanusa (1981), serta Nishimura (1984), menduga kaldera itu tercipta lewat beberapa kali letusan.

Peneliti lebih baru, Knight dan sejawatnya (1986) serta Chesner dan Rose (1991), memberikan perkiraan lebih detail: kaldera Toba tercipta lewat tiga letusan raksasa.

Penelitian seputar Toba belum berakhir hingga kini. Jadi, masih banyak misteri di balik raksasa yang sedang tidur itu. Salah satu peneliti Toba angkatan terbaru itu adalah Fauzi dari Indonesia, seismolog pada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

Sarjana fisika dari Universitas Indonesia lulusan 1985 ini berhasil meraih gelar doktor dari Renssealer Polytechnic Institute, New York, pada 1998, untuk penelitiannya mengenai Toba.

Perbandingan jarak lontaran batu vulkanik antara letusan gunung Krakatau, Tambora dan Toba
Berada di tiga lempeng tektonik

Letak Gunung Toba (kini: Danau Toba), di Indonesia memang rawan bencana. Hal ini terkait dengan posisi Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng tektonik, yakni Eurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Sebanyak 80% dari wilayah Indonesia, terletak di lempeng Eurasia, yang meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Banda.

Lempeng benua ini hidup, setiap tahunnya mereka bergeser atau menumbuk lempeng lainnya dengan jarak tertentu. Lempeng Eurasia yang merupakan lempeng benua selalu jadi sasaran.

Lempeng Indo-Australia menumbuk lempeng Eurasia sejauh 5-7 cm per tahun

Lempeng Indo-Australia misalnya menumbuk lempeng Eurasia sejauh 5-7 cm per tahun. Atau Lempeng Pasifik yang bergeser secara relatif terhadap lempeng Eurasia sejauh 11 cm per tahun. Dari pergeseran itu, muncullah rangkaian gunung, termasuk gunung berapi Toba.

Jika ada tumbukan, lempeng lautan yang mengandung lapisan sedimen menyusup di bawahnya lempeng benua. Proses ini lantas dinamakan subduksi atau penyusupan.

Gunung hasil subduksi, salah satunya Gunung Toba. Meski sekarang tak lagi berbentuk gunung, sisa-sisa kedasahyatan letusannya masih tampak hingga saat ini.

Danau Toba merupakan kaldera yang terbentuk akibat meletusnya Gunung Toba sekitar tiga kali yang pertama 840 ribu tahun lalu dan yang terakhir 74.000 tahun lalu.

Bagian yang terlempar akibat letusan itu mencapai luas 100 km x 30 km persegi. Daerah yang tersisa kemudian membentuk kaldera. Di tengahnya kemudian muncul Pulau Samosir.
Letusan

Sebelumnya Gunung Toba pernah meletus tiga kali.

* Letusan pertama terjadi sekitar 800 ribu tahun lalu. Letusan ini menghasilkan kaldera di selatan Danau Toba, meliputi daerah Prapat dan Porsea.
* Letusan kedua yang memiliki kekuatan lebih kecil, terjadi 500 ribu tahun lalu. Letusan ini membentuk kaldera di utara Danau Toba. Tepatnya di daerah antara Silalahi dengan Haranggaol. Dari dua letusan ini, letusan ketigalah yang paling dashyat.
* Letusan ketiga 74.000 tahun lalu menghasilkan kaldera, dan menjadi Danau Toba sekarang dengan Pulau Samosir di tengahnya.

Gunung Toba ini tergolong Supervolcano. Hal ini dikarenakan Gunung Toba memiliki kantong magma yang besar yang jika meletus kalderanya besar sekali. Volcano kalderanya ratusan meter, sedangkan Supervolacano itu puluhan kilometer.

Terlihat pemandangan kaldera gunung Toba yang kini bernama Danau Toba dan ditengahnya terdapat pulau Samosir yang terbentuk karena adanya gaya up-lifting (pengangkatan). Inilah yang menyebabkan munculnya Pulau Samosir.

Yang menarik adalah terjadinya anomali gravitasi di Toba. Menurut hukum gravitasi, antara satu tempat dengan lainnya akan memiliki gaya tarik bumi sama bila mempunyai massa, ketinggian dan kerelatifan yang sama.

Jika ada materi yang lain berada di situ dengan massa berbeda, maka gaya tariknya berbeda. Bayangkan gunung meletus.

Banyak materi yang keluar, artinya kehilangan massa dan gaya tariknya berkurang. Lalu yang terjadi up-lifting (pengangkatan). Inilah yang menyebabkan munculnya Pulau Samosir.

Magma yang di bawah itu terus mendesak ke atas, pelan-pelan. Dia sudah tidak punya daya untuk meletus. Gerakan ini berusaha untuk menyesuaikan ke normal gravitasi.

Ini terjadi dalam kurun waktu ribuan tahun. Hanya Samosir yang terangkat karena daerah itu yang terlemah. Sementara daerah lainnya merupakan dinding kaldera.

Toba "Supervolcano" Lake and Samosir Island

Sedangkan nenek moyang manusia modern, Homo sapiens, mulai muncul dan tinggal di kawasan Afrika 150.000-200.000 tahun lalu. Mereka mulai bermigrasi ke luar Afrika 70.000 tahun lalu dan menyebar ke seluruh dunia. Pada periode yang lebih kurang sama, 74.000 tahun lalu, terjadi letusan dahsyat Gunung Toba ini.

Apabila dikaitkan dengan letusan Toba, temuan itu juga menunjukkan bahwa nenek moyang kita ternyata mampu bertahan dari bencana dahsyat yang berpotensi memusnahkan kehidupan.

Skenario survival tersebut didukung bukti dari rekam jejak DNA pada populasi di kawasan Wallacea yang menunjukkan campuran gen dengan populasi dari kawasan Sunda Besar (yang sekarang dikenal sebagai kawasan Asia Tenggara).

Selain itu, ada temuan fosil dan peninggalan manusia purba di Gua Niah, Sarawak. Dari umurnya, temuan Niah mengindikasikan bahwa manusia tidak musnah karena letusan Toba.

Para ilmuwan sangat meyakini bahwa semua supervolcano yang ada di dunia termasuk Gunung Toba pasti akan meletus kembali. Namun tidak ada yang dapat memastikan dengan akurat kapan meletus kembali. Yang ada hanyalah perkiraan.

Letusannya bisa saja terjadi esok hari atau ribuan tahun lagi. Yang jelas suatu saat danau Toba yang tercipta akibat hasil dari letusan gunung Toba pasti akan meletus kembali. (sumber: wikipedia, yang juga ditulis oleh penulis sendiri pada 30 Juli 2006)